Didactical Assessment for Realistic Mathematics Education
Didactical Assessment for Realistic Mathematics Education
Oleh
Lucy Dewan Yuliyanto
NIM 1100744
Department of
Mathematics Education, FPMIPA UPI
A
|
sessment atau penilaian, evaluasi. Evaluasi merupakan hal
yang tidak bisa terpisahkan dari kegiatan pembelajaran matematika. Banyak hal
yang harus dilakukan seorang pendidik untuk mengetahui tingkat pemahaman
peserta didik terhadap materi matematika, contohnya dengan memberikan tes unit,
quiz, ulangan dan membuat portofolio.
Semua itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Evaluasi yang
menekankan pada proses pembelajaran biasa disebut on-going assessment seperti observasi, wawancara dan lain-lain.
Sistem evaluasi portofolio digunakan untuk melihat perkembangan belajar siswa
dalam periode tertentu. Bagaimana cara mengevaluasi hasil belajar siswa dengan
pendekatan matematika realistik? Didactical
Assessment menjadi pilihan alternatif dalam penilaian pembelajaran
matematika realistik sebab menggunakan berbagai penilaian seperti penilaian
portofolio dan penilaian authentics.
Kurikulum Matematika Sekolah (1994) yang
sekarang masih kita anut lebih menekankan pada fakta mengajar, prosedur standar
dan mekanistik. Sedangkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
berkarakteristik Berbasis Kompetensi, peserta didik harus mampu menguasai
kompetensi dari pembelajaran matematika itu sendiri seperti: 1) Pemahaman
konsep, 2) Kelancaran berprosedur, 3) kompetensi Strategik, 4) Penalaran
Adaptik dan 5) Berkarakter produktif.
Untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan, perlu dilakukan pendekatan pembelajaran matematika yang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik saat ini. Realistics Mathematics Education menjadi pilihan alternatif dalam
model pembelajaran matematika di Indonesia, pendekatan matematika ini
dipelopori oleh Hans Freudenthal seorang pendidik asal “Negeri Kincir Angin”. Beliau
menganggap matematika adalah sebuah aktivitas manusia dan harus berkaitan
dengan kenyataan. RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,
bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika itu harus
diajarkan.
Salah satu sasaran pembelajaran matematika
di sekolah adalalah agar siswa memiliki kemampuan matematika yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2001a,
h.p). Untuk itu, perlu dikenalkan masalah realistik melalui pembelajaran
matematika sejak dasar. Menurut laporan TIMSS (The Third International Mathematics and Science Study) 1999 yang
memaparkan matematika siswa di Indonesia berada pada urutan 34 dari 38 negara
peserta. Berdasakan tes PISA (Programme
for Internatgional Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), peserta
didik Belanda rata-rata mendapatkan nilai di atas rata-rata peserta didik di
kelas yang sama. Probabilitas untuk mendapatkan kemampuan problem solving
adalah penggunaan realistics Mathematics
Education.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
yang tidak menghilangkan karakteristik Berbasis Kompetensinya, pembelajaran
matematika harus menjadi pembelajaran yang bermakna atau Meaningful Learning melalui konseptual problem yang perlu
diinvestigasi melalui beraneka cara. Oleh karena itu pembelajaran matematika
diperlukan paradigma yang tidak hanya berorientasi pada hasil saja. Banyak hal
yang didapat untu mengetahui seberapa kompeten peserta didik dalam pelajaran
matematika. Untuk itu pendidik perlu melakukan evaluasi pembelajaran yang
sesuai untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan, disposisi dan
ketertarikan peserta didik dalam belajar matematika dengan kombinasi sistem
evaluasi yang ada. Penilaian yang tepat untuk Realistics Mathematics Education adalah Didactical Assessment. Penilaian ini berkaitan dengan pendidikan
dan semua aspek yang berkaitan dengan orientasi pendidikan, sesuai dengan
hakikat pendidikan seperti materi, metode dan instrumen yang digunakan. Berikut
adalah hal-hal yang dibutuhkan dalam Didactical
Assessment antara lain:
1. Meaningful
Problems
Mathematics
as a human activity (Freudenthal, 1973), tujuan utama dari RME adalah
kemampuan siswa dalam belajar melakukan bermatematika sebagai aktivitas
sehari-hari. Siswa harus belajar untuk menganalisis dan menyusun masalah-msalah
dan mengaplikasikan matematika dalam situasi tersebut. Hal tersebut yang
dimaksud Meaningful Problem. Tujuan
utama dari evaluasi ini adalah meningkatkan kualitas belajar dan pengajaran.
Evaluasi yang sering kali diartikan sebagai produk akhir dari proses
pembelajaran, padahal makna sebenarnya tidak hanya sebagai penyedian informasi
tentang hasil belajar siswa dalam bentuk nilai, akan tetapi yang terpenting
adalah adanya balikan tentang proses belajar yang telah terjadi. Biasanya
evaluasi ini mencakup pengetahuan objek, definisi, keterampilan teknik serta
algoritma standar dan masalah tersebut dapat diselesaikan dalam berbagai cara,
hal ini mengacu pada sistem evaluasi yang dilakukan shimada, yakni open-ended theory. Contoh

“Seekor beruang
dengan berat 500 kg sedang berada di Kebun Binatang Bandung. Berapa banyak anak
agar beratnya sama dengan satu ekor beruang?
Tulis jawabanmu
dalam kotak kosong
Jika kamu suka,
kamu boleh menggunakan sepotong kertas.”
2. Informative
Problems
Pendidikan didesain sebagai fasilitas
mencari pengetahuan termasuk informasi. Hal tersebut mengakibatkan evaluasi
yang diberkan harus bersifat informatif, yakni up-to-date terhadap kejadian,
karena matematika adalah aktivitas manusia. Contoh Korupsi yang dilakukan salah
seorang anggota DPR adalah Rp 5 triliun, dan ternyata setelah diselidiki lebih
teliti korupsi yang dilakukannya bertambah Rp 500 miliar sehingga ia harus
menerima sanksi atau hukuman dari pihak yang berwajib. Berapakah uang rakyat
yang dikorupsinya?
Permasalahan pada jenis ini Informative Problems merupakan soal-soal
yang dituntut untuk menggunakan akal dan nalar yang tinggi atau biasa disebut
High-Order-Thinking. Komponen utama dari soal ini adalah kemampuan siswa untuk
mengkonstruksi sendiri. Menurut Gardner (1992) evaluasi didefinisikan sebagai
informasi yang diperoleh tentang keterampilan dan potensi individu, mencakup
dua tujuan utama yaitu tersedianya balikan serta data yang bermanfaat untuk
komunitas lingkungannya. Dengan masalah-maslah yang informatif, diharapkan
pendidik mendapatkan informasi untuk perbaikan prestasi siswa dalam
pembelajaran matematika.
3. Using
some Contextual Problems
Penggunaan masalah kontekstual dalam
penilaian matematika, hal ini berarti masalah-masalah yang diberikan harus
sesuai dengan konteksnya. Konteks
masalah harus kerkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan kemudian ke masalah
abstrak. Penggunaan masalah kontekstual yang tepat menghasilkan masalah yang
bermakna untuk diselesaikan. Seperti melakukan demontrasi atau praktikum
mengukur kepadatan mobil di salah satu jalan raya di kota Bandung? Atau
menghitung luas jalan raya dengan menggunakan pendekatan matematika? Kegiatan
seperti itu menumbuhkan minat, sebab pembelajaran matematika tidak hanya
berhitung saja.
Evaluasi kontekstual dirancang sedemikian
rupa agar siswa mampu mendemonstrasikan apa yang mereka ketahui bukan
mengungkapkan apa yang tidak diketahui. Salah cara untuk penilaian tentang
pendekatan kontekstual adalah sistem evaluasi portofolio. Sistem ini
membutuhkan jangka waktu yang lama, namun penilaian tidak hanya berdasarkan
hasil saja tapi proses dan usaha siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.
Pembelajaran matematika dengan penilaian portofolio adalah pembelajaran yang
memperhatikan penilaian secara terus menerus (Sumaji, dkk. 2002), yakni 1) Buku
catatan peserta didik; 2) Lembar kerja peserta didik; 3) tugas terstruktur dan
4) tugas mandiri peserta didik.
4. Production
Test
Ujian merupakan salah satu cara untuk
menilai kemampuan siswa, dan menjadi bagian dari proses belajar-pembelajaran.
Penggunaan Production Tes menjadi
alternatif, karena siswa tidak hanya dinilai dari hasil saja tetapi bagaimana
cara mengkonstruksi dan memproduksi yang dinilai. Gagasan ini bukanlah hal yang
baru. Dengan menggunakan Production Test, siswa diharapkan menyelesaikan masalah-masalah
open-ended denagn menggunakan
berbagai macam cara, bahkan siswa bisa memecahkan masalah dengan memanipulasi
informasi.
Contoh : “bagaimana
membagi dua batang coklat untuk empat anak?”
5. Operational
Assessments
Pada RME matematika dipelajari dari hal
konkrit menuju abstrak. Masalah-masalah yang disajikan bisa dimulai dari
masalah kontekstual hingga masalah operasional-logika. Jadi tidak hanya
mencakup sistem evaluasi tinggi saja, bahkan evaluasi tingkat rendah bisa
dilakukan. Variasi penilaian RME mengakibatkan peningkatan efektivitas dalam
mengungkap kemampuan yang dimiliki siswa. Penggunaan operasional assessment
mengakibatkan adanya penilaian objektif yang sesuai dengan RME. Penggunaan
masalah-masalah yang menghasilkan jawaban beraneka dari berbagai macam cara
merupakan salah satu alternatif, sehingga ide-ide yang diekspresikan siswa
dalam menjawab soal dapat tersalur, sehingga akn terlita kreativitas siswa
dalam mengerjakan soal. Guru diharapkan untuk melihat secara mendalam proses
berfikir yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.
6. Evaluation
Standards
Evaluation Standards dikembangkan NCTM di
Amerika Serikt, alat evaluasi yang digunakan antara lain
Bagian
yang harus ditekankan
|
Bagian
yang harus dikurangi
|
Evaluasi harus difokuskan pada apa yang diketahui
siswa dan proses berfikirnya
|
Evaluasi terfokus pada apa yang tidak diketahui
siswa
|
Evaluasi merupakan bagian integral dari proses
belajar mengajar
|
Terfokus pada pemberian skor
|
Berfokus kepada tugas matematika dalam skala luas
dan menyeluruh
|
Menggunakan bilangan besar dengan tingkatan rendah
|
Konteks permasalahan yang memunculkan variasi
jawaban
|
Soal cerita yang mencakup sedit kemampuan dasar
|
Menggunakan berbagai teknik seperti tertulis,
lisan, portofolio dan demontrasi
|
Hanya menggunakan tes tertuls
|
Menggunakan alat bantu seperti kalkulator,
komputer, dan manipulatif
|
Larangan terhadap alat bantu
|
Kesimpulan
Pembelajaran
matematika dengan pendekatan Realistics Mathematics
Education merupakan langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
bermatematika sebagai bagian dari aktivitas manusia. Dengan menggunakan
penilaian Didactical Assessment
diharapkan evaluasi pembelajaran matematika menjadi lebih efektf dan efisien.
Evaluasi bukan hanya sebatas mendapatkan nilai atau hasil saja, tetapi langkah
selanjutnya yang lebih sukar yakni cara meningkatkan kemampuan bermatematika
siswa yang diperoleh dari evaluasi.
Referensi
Herman, Tatang. (t.thn). Evaluasi Pembelajaran
Matematika Berbasis Kompetensi. Jurdikmat UPI.
Heuvel, M. Van den and Panhuizen. (1996). Assessment and Realistics Mathematics
Education. Utrecht : Freudenthal Institute
Kurpem, T.P. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Raja Grafindo Persada
Prabawanto, Sufyani. (2009). “Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Disposisi Matematik Siswa”. Jurdikmat UPI
Sumaji. (t.thn). Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika melalui Pendekatan Kontekstual dengan Penilaian Portofolio. Prodi
Penmat Universitas Muhammadiyah
Komentar
Posting Komentar